Jumat, 07 Januari 2011

Separuh Mahasiswa dari 15 ribu Mahasiswa di UMN Pingin Istan

Profesi- Penistaan terhadap dunia pendidikan hingga saat ini ternyata masih tidak terhindarkan. Pasalnya, tidak jarang diruang lingkup perguruan tinggi terjadi penistaan tersebut. Seperti di Universitas Muslim Nusantara (UMN) Medan Sumatra Utara. Para Mahasiswa dengan berat hati suka atau tidak suka terpaksa harus rela kalau Skripsi miliknya dikerjakan oleh Dosen sendiri.

Padahal, menurut keterangan dari sumber, para Mahasiswa tersebut sesungguhnya memiliki judul Skripsi sendiri. Namun, kebanyakan judul mereka tidak disetujui. Tentu, kerena merasa cemas akan terjadi penyulitan, para Mahasiswa yang hendak sidang tersebut dengan berat hati menerimanya.

Tidak sampai disitu saja, bahakan Skeripsi mereka yang dikerjakan Dosen tersebut tidak begitu saja dapat diterima dengan mulus. Mereka harus membayar sejumlah uang kepada Dosen. Tentu ini hal yang sangat tidak pantas dan salah satu perbuatan yang sangat mencoreng citra dunia Pendidikan.

Ketika dikonfirmasi, Humas UMN Ir Zulkarnaen Lubis Msi beberapa waktu lalau mengatakan, persoalan skripsi ditolak atau dirubah untuk menghindari judul berputar-putar disitu saja, atau dengan kata lain untuk menghindari terjadinya plagita.

”Saya luruskan, masalah skripsi ditolak atau dirubah. Apa anda mau kalau judul itu cuma diputar-putar,” kata Julkarnaen yang mengaku dirinya anggota PWI.

Selain itu, Julkarnain yang saat itu bernada tinggi juga mengatakan. “Kamu tahu tidak dengan saya, pernah ketemu saya atau tidak di PWI. Saya orang PWI. Sekarang saya membuka beberapa Surat Kabar di Medan. Jadi saya tahu, ada ruang-ruang tertentu, yang wartawan tidak bisa meliput,” cetusnya ketika dikonfirmasi terkait acara Wisuda Mahasiswa UMN beberapa waktu lalu di Wisma Benteng.

Masih dengan Julkarnaen dan persoalan Skripsi mahasiswa. Ketika Julkarnaen menyinggung persoalan Plagiat, dan ditanya apakah skripsi yang dibuat Dosen dapat dipastikan tidak Plagiat, saat itu Julkarnaen terkesan kaku sampai dia harus mengeluarkan pertanyaan kembali, “Sekarang saya tanya sama kamu, barometernya apa,” lontarnya dengan nada tetap tinggi.

Bahkan sempat diucapkannya tentang ingin instannya para mahasiswa UMN, terutama Separuh maha siswa yang bekerja kususnya, seperti Guru misalnya. “Separuh Mahasiswa dari 15 ribu Mahasiswa di UMN pingin istan, terutama bagi yang bekerja, dia mau instan,” ocehnya.

Ocehan tersebut saat itu cukup mangungkap gambaran boroknya UMN. Kemudian ocehan lain yang sempat dibunyikannya adalah datangnya pernyataan minta tolong dari paramahasiswa itu sendiri.

“Saya pingin cepatlah pak, bagai mana caranya. Apa yang kita katakan, beli buku seperti ini. Buat seperti ini judulnya. Begini-begini, kamu kerjakan. Kamulah umpamanya minta tolong sama saya. ‘pak saya minta tolonglah, saya tidak sanggup,’ apa tindakan kamu. Kamu tidak tahukan. Apa saja kamu tidak tahu. Sama dengan mereka. Berbuat seenak maunya,” sebutnya mencontohkan.

Padahal, seharusnya sebagai pendidik tidak membenarkan jika ada Mahasiswa yang ingin melakukan hal demikaian. Atau dengan kata lain, mencari jalan pintas yang jelas mencoreng dunia pendidikan. Sebab, tidak menutup kemungkinan jika hal demikain dilakukan akan semakin memperburuk generasi selanjutnya yang pasti akan melakukan hal yang sama.

“Sekarang saya Tanya sama kamu peribadi, kamu mau buat skripsi tidak mampu membuatnya, apa kamu bilang sama dosen? Dosen tidak melarang, dosen tidak mengatakan cari mudah. Kamu katakan begini megitu. Ampun saya pak. Jangan munafik kamu mengatakan, semuanya mau murni. Itulah tadi penjualan akademik. Itukan pelanggaran tinggi akademik. Itukan pelecehan akademik. Tapi ketiak ditanya, akhirnya mahasiswa mengaku, kerena alasan sibuk bekerja. Namun jika sudah sepakat begitu silahkan. Tidak sanggup keluar. Toh itu untuk kebaikan masing-masing,” kata Julkarnaen.

Pengamat Hukum Bambang SH menilai, persoalan tersebut menurutnya pelacuran ilmiah atau monopoli pendidikan. Sehingga, terhadap persoalan tersebut Rektor harus memecat oknum yang diketahu melakukan perbuatan itu. Dari pernyataan yang ducapkan Humas tersebut juga menurutnya secara tidak langsung salah satu pembenaran. Itu jelas merusak citra pendidikan.

Satu lagi, seperti yang ditegaskannya, “Dek, tolong dicatat, dalam dunia pendidikan kita tidak mengenyampingkan hal seperti itu. Jangan munafik. Karena salah besar jika kamu memutar balikkan fakta. Karena kamu juga seorang mahasiswa. Kamu memenuhi kemauannya, karena faktanya temen-temen kamu dilapangan juga mengatakan demikian,” tegasnya.

Harusnya dalam persoalan ini, Humas UMN Julkarnaen tidak sepantasnya mengutarakan hal itu. Sebab, dari apa yang dikatakannya sudah dapat ditari kebenaran tentang terjadinya sejumlah penyimpangan di UMN. //-Dap

-0-