Jumat, 09 Desember 2011

GeRAK Sampaikan Data Korupsi di Aceh


Banda Aceh – Angka dugaan korupsi di Aceh ternyata mencengangkan. Dari 122 kasus dugaan korupsi selama tahun 2011, potensi kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 1,7 triliun. Angka tersebut menempatkan Aceh ke dalam lima besar daerah penyumbang kerugian negara terbesar akibat korupsi di Indonesia.

Demikian catatan Gerakan Anti Korupsi (GerAK) Aceh yang disampaikan dalam aksi memperingati hari antikorupsi sedunia di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Jumat (9/12/2011). Aksi itu juga diikuti sejumlah elemen antikorupsi lainnya di Banda Aceh yang tergabung dalam Solidaritas Anti Korupsi (SAK) Aceh.

Uang negara yang dikorupsi tersebut antara lain berasal dari dana otonomi khusus, APBD Aceh, serta APBD kabupaten dan kota. “Hal ini juga dibuktikan dari dan atas hasil audit tahunan yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” ujar Koordinator GerAK Aceh, Askhalani.

Masih berdasarkan hasil temuan BPK tahun 2010, Provinsi Aceh masuk kategori wilayah merah dan rawan praktik korupsi. “Ini ditunjukkan dengan potensi yang masih sangat tinggi, terutama potensi kerugian negara dengan jumlah anggaran yang sangat besar,” lanjut Askhalani.

Sayangnya, tingginya angka korupsi itu tak dibarengi dengan upaya pemberantasan korupsi yang serius dari penegak hukum. Hampir sebagian besar kasus korupsi dengan jumlah kerugian negara besar belum kunjung dituntaskan, baik yang telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, maupun kepolisian.

Askhlani menyebutkan, ada beberapa kasus menonjol yang hingga kini penanganannya masih belum tuntas, yaitu dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan CT scan dan MRI RS Zainal Abidin Banda Aceh senilai Rp 18 miliar, pekerjaan proyek anggaran luncuran (DPAL) 2009-2010 APBD Aceh Rp 489 miliar, korupsi pembangunan rumah duafa dalam APBD Aceh 2008 Rp 200 miliar, pekerjaan penanganan proyek darurat (non-bencana alam) APBD Aceh 2010 Rp 250 miliar, serta proses realisasi hibah di DPKKA dalam APBD Aceh 2010 melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Kesehatan Hewan, dan Dinas Pendidikan Aceh senilai Rp 21 miliar.(kcm)

Masjid Agung Nagan Raya

Pembangunan Masjid Agung Kabupaten Nagan Raya di Kompleks Perkantoran Suka Makmue, yang dimulai sejak tahun 2009 lalu hingga tahun 2011 masih sebatas pondasi. Foto// Didit Arjuna.

Syariat Islam di Aceh Hidup Segan Mati Takmau


Catatan Wartawan Nagan Raya
Didit Arjuna

Saat ini syariat Islam di Aceh sudah berusia 12 tahun. Karena itu pula patut kita mengevaluasi perjalanan syaraiat Islam di Bumi yang berjuluk Serambi Mekah ini. Hingga saat ini penerapan syariat islam sendiri mulai terasa tertatih-tatih. Bahkan dibeberapa tempat nyaris tidak terdengar.

Akibatnya, pelanggaran terhadap syariat Islam kian sering terjadi. Hal itu dikarenakan penerapan yang tidak berkelanjutan. Aura syariat Islam kini tinggal dalam kantor Agama, Baliho, Sepanduk dan beberapa tempat ibadah. Selebihnya terdengar ketika razia celana ketat  berlangsung. 

Penolakan secara tidak langsung saat ini sedang terjadi ditengah masyarakat Aceh.  Para petugas dan instansi terkait seolah tidak berbuat. Mereka hanya berbuat ketika kucuran dana mengalir. Wajar jika kita menganggap syariat Islam di Aceh hidup segan mati takmau. 

Padahal, pada awal-awal lahirnya syariat Islam, berbagai prangkat telah disiapkan. Bahkan Dinas Syariat Islampun lahir, Wilayatul Hisbah (WH). Aceh memang nyaris terdengar sempurna dengan identitas syariat Islamnya. 

Bahkan semangat itu semakin terlihat jelas ketika Kantor Pemerintahan harus menggunakan kedua bahasa, Indosesia dan Arab. Bahkan nama Peraturan Daerah (Perda) diganti dengan Qanun.    

Namun kini apa yang terjadi, perjalanan syariat Islam di Aceh terkesan mulai tumpul. Kenapa demikian, pertanyaan itu muncul tentunya. Ketika terlalu gampang menghukum masyarakat yang tidak memiliki kedudukan. 

Terjadi sebaliknya kepada yang memiliki kedudukan, mereka melenggang keluar Aceh. Hal ini  tidak perlu dipungkiri lagi.  

Syariat Islam ternyata belum menjamin masyarakat Aceh lulus dari penyimpangan. Pelanggaran demi pelanggaran tetap saja terjadi dengan berbagai bentuk. Kasus amoral dan korupsi masih saja menjadi hiasan menarik di media cetak. 

Kemudian, penerapan lulus baca Quran yang diterapkan di berbagai sektor, ternyata tidak juga membawa prestasi ke Agamaan Aceh beranjak bagus. Para calon anggota Legeslatif dan Kepala Daerah yang wajib lulus baca Quran, namun tetap saja tidak mengubah perilaku dari berbagai bentuk penyimpangan. 

Demikain pula dari arena MTQ, Aceh dengan syariat Islamnya ternyata masih tertinggal dan terpaut jauh di bawah Papua.

Bahkan ditanah yang berjuluk Serambi Mekah, tidak pula terbebas dari perbuatan amoral. Faktanya, video sekelompok remaja yang berbuat mesum dan tertangkap warga dan direkam melalui video telpon seluler, beredar luas

Tentunya ini menjadi PR bagi instansi terkait untuk mengungkapnya.
Kini video sepasang remaja yang tertangkap oleh warga, beredar luas ditengah masyarakat Kabupaten Nagan . Jika terus beredar hingga keluar Aceh tentunya semakin membuat tebal wajah Aceh dimata Provinsi lain. //

Perhatikan Masyarakat Lemah



Nagan Raya: Pemerintah yang diharapkan dapat mewakili masyarakat, ternyata masih jauh dari harapan masyarakat. Semua berimbang terbalik. Bagaimana tidak ketika mereka sudah duduk di bangku basah, tidak sedikit dari mereka yang lupa hingga mengabaikan kepentingan rakyat. 

Besaran penghasilan dengan hasil kinerja jauh dari harapan, tentunya membuat masyarakat resah. Janji manis hanya sebuah janji palsu yang terdengar indah. 

Praktik suap yang merupakan bagian dari korupsi seperti sudah mendarah daging. Hal itu dapat dilihat setiap tender, proyek-proyek  yang dikerjakan pejabat plat merah. Masih jauh dari harapan. 

Menurut salah seorang warga Kabupaten Nagan Abudiah (7/12), dirinya sangat berharap, apa yang memang sudah semestinya menjadi hak untuk masyarakat pantasnya diberikan. Sehingga masyarakat tidak terus merasa disakiti dengan kinerja yang buruk. 

“Jika itu hak rakyat berikan kepada rakyat, jangan penyalurannya terkesan pilih kasih,” ungkapnya.

Kemudian dirinya berharap kepada pemerintah, ketika melakukan pengerjaan terhadap suatu prorek tidak melakukan unsur manipulasi didalamnya. Sebab, aksesnya akan berdampak pada masyarakat kecil. 

“Saya cukup berharap masyarakat tidak terus ditempatkan pada posisi yang dirugikan,” ucapnya. 

Dikatakannya pula, yang saat ini terjadi keadilan terhadap rakyat menipis. Kemudian, kurang memihak kepada kepentingan umum. Melainkan kepada kepentingan kelompok dan golongan. //Dia
 Abudiah

Warga Kecamatan Darul Makmur Berencana Segel Lahan Seluas 2000 Hektar


Nagan Raya: Sebelumnya masyarakat Kecamatan Darul Makmur yang memiliki sengketa lahan dengan pihak Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Surya Panen Subur (SPS) menggelar aksi didepan Kantor Bupati Nagan Raya. 

Masyarakat meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengambil sikap tegas menangani persoalan HGU perusahaan yang memiliki hingga kini masih berselisih dengan pihak SPS. Sehingga persoalannya tidak terus berlarut. 

Hingga saat ini, persoalan tersebut sudah empat tahun mengambang tanpa ada titik terang. Tentunya hal itu membuat masyarakat gerah. Hingga akhirnya menggelar aksi didepan Kantor Bupati.

Melalaui surat yang dikeluarkan saat itu, jelas disebutkan kalau pihak SPS harus menghentikan aktifitas sementara waktu, sebelum persoalan sengketa lahan tersebut dituntaskan. 

Disebutkan pula, kalau tanggal 8 Desember masyarakat dan pihak SPS untuk melakukan pertemuan guna menyelesaikan persoalan tersebut. 

Namun, ketika dilakukan pertemuan di ruang kerja Wakil Bupati Nagan Raya, kedua belah pihak saling bersibaku mempertahankan lahan yang luasnya tidak kurang 2000 hektar di Kecamatan Darul Makmur.

Kepada wartawan, Ketua Kelompok Tani Makmur Mulia Gampong Kayei Unoe Mazri Ab mengatakan. Pihaknya merasa sangat kecewa dengan tindakan yang dilakukan perusahaan, karena tidak mengindahkan surat putusan yang dikeluarkan Pemda Nagan Raya untuk menghentikan Aktifitas. 

“Surat dari Pemda menyebutkan untuk menghentikan aktifitas sementara, selama persoalan sengketa lahan tersebut belum selesai. Fakta yang terjadi, pihak SPS tetap melaksanakan aktifitas,” ucapnya. 

Selain itu, pihaknya juga berencana akan menyegel lahan mereka. Sebab, apa yang dilakukan SPS selama ini menurutnya sudah sangat meresahkan warga. Sehingga menurutnya pantas kiranya warga melakukan penyegelan terhadap lahan 2000 hektar tersebut. 

“Jika persoalan ini tidak tuntas, kami akan membuat kesepakatan untuk menyegel lahan tersebut.